Kebumen
kini sedang gencar memamerkan keindahan jejeran pantai yang tersembunyi
dari tengah keramaian kota. Seperti Pantai Petanahan yang damai, belum
banyak dijamah wisatawan dan punya kisah kesetiaan cinta.
Berdasarkan informasi Dinas Pariwisata Kabupaten Kebumen, alkisah pada masa pemerintahan Mataram dipimpin oleh Sutawijaya, lahirlah seorang gadis yang bernama Dewi Sulastri. Anak Bupati Pucang Kembar yang bernama Citro Kusumo. Ia dijodohkan oleh ayahnya dengan seorang adipati bernama Joko Puring.
Namun Dewi Sulastri tidak mencintai pria tersebut. Ia malah jatuh hati dengan Raden Sujono, seorang abdi di Pucung Kembar. Cinta segitiga pun terjadi antara Dewi Sulastri, Joko Puring dan Raden Sujono. Pada akhirnya, Raden Sujono berhasil mempersunting Dewi Sulastri dan menjadi Bupati Pucang Kembar.
Suatu saat suami Sulastri menjalankan tugas negara memberantas berandal-berandal dan meninggalkan istrinya. Saat itu Joko Puring membawa lari Dewi Sulastri sampai ke Pantai Karanggadung. Ia memaksa Sulastri untuk menjadi istrinya, namun meskipun diancam dibunuh, Dewi Sulastri tidak mengabulkan permintaannya.
Raden Sujono yang mengetahui istrinya dibawa lari datang menuju Karanggadung dan bertempur melawan Joko Puring. Akhirnya ia berhasil merebut kembali istrinya, Dewi Sulastri pun telah membuktikan kesetiaannya kepada suaminya.
Beratus-ratus tahun kemudian, Pantai Karanggadung dalam legenda di atas lebih dikenal dengan Pantai Petanahan. Sebuah pantai di daerah Kebumen sebelah selatan, Jawa Tengah, yang kami kunjungi beberapa waktu yang lalu.
Kesan pertama melihat pantai ini terkesan tidak terlalu ramai. Kami ke sana pada akhir pekan, namun hanya beberapa keluarga saja yang terlihat sedang menikmati keindahan pantai ini. Menurut info yang kami peroleh di situs Pemkab Kebumen pantai ini memang ramai hanya saat Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Awalnya, menurut salah seorang dari kami tidak ada tiket masuk untuk berkunjung di pantai ini. Namun, saat memasuki pantai ada tiga orang pria yang meminta kami membayar ongkos, dihitung per kepala. Tidak seberapa, masih setara dengan ongkos parkir kendaraan yang kami tumpangi.
Kami datang sekitar pukul 09.00 WIB, ombak saat itu masih cukup tenang. Namun, beberapa menit kemudian ombak laut mulai lebih agresif menyapa pantai. Anak-anak kepiting kami lihat merayap di sepanjang pantai.
Ada penyewaan kuda yang bisa dipakai anak-anak untuk menyusuri garis pantai. Seorang petani garam sempat melintasi pantai dan kami abadikan melalui kamera yang kami bawa.
Lanskap yang luas dan pantai yang cukup bersih menjadi poin positif untuk mengunjungi pantai ini. Tentu saja sambil mengenang kesetiaan Dewi Sulastri terhadap suaminya. Liburan ke Pantai Petanahan merupakan satu pilihan yang patut dipertimbangkan, terutama jika Anda membawa serta keluarga.